Tag Archives: Government

hubungan internasional

Standard

hubungan internasional

Pengesahan Pernjanjian Internasional di Indonesia

Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.

Sebelum adanya Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti tertuang dalam Pasal 11 Undang Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 11 UUD 1945 ini memerlukan suatu penjabaran lebih lanjut bagaimana suatu perjanjian internasional dapat berlaku dan menjadi hukum di Indonesia. Untuk itu melalui Surat Presiden No. 2826/HK/1960 mencoba menjabarkan lebih lanjut Pasal 11 UUD 1945 tersebut.

Pengaturan tentang perjanjian internasional selama ini yang dijabarkan dalam bentuk Surat Presiden No. 2826/HK/1960, tertanggal 22 Agustus 1960, yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah menjadi pedoman dalam proses pengesahan perjanjian internasional selama bertahun-tahun.[19] Pengesahan perjanjian internasional menurut Surat Presiden ini dapat dilakukan melalui undang-undang atau keputusan presiden, tergantung dari materi yang diatur dalam perjanjian internasional. Tetapi dalam prateknya pelaksanaan dari Surat Presiden ini banyak terjadi penyimpangan sehingga perlu untuk diganti dengan Undang-Undang yang mengatur secara khusus mengenai perjanjian internasional.

Hal ini kemudian yang menjadi alasan perlunya perjanjian internasional diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Dalam Undang Undang No. 24 Tahun 2000, adapun isi yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah:

  • Ketentuan Umum
  • Pembuatan Perjanjian Internasional
  • Pengesahan Perjanjian Internasional
  • Pemberlakuan Perjanjian Internasional
  • Penyimpanan Perjanjian Internasional
  • Pengakhiran Perjanjian Internasional
  • Ketentuan Peralihan
  • Ketentuan Penutup[20]

Dalam pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam empat kategori, yaitu:

  1. Ratifikasi (ratification), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian internasional;
  2. Aksesi (accesion), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian;
  3. Penerimaan (acceptance) atau penyetujuan (approval) yaitu pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut;
  4. Selain itu juga ada perjanjian-perjanjian internasional yang sifatnya self-executing (langsung berlaku pada saat penandatanganan).

Dalam suatu pengesahan perjanjian internasional penandatanganan suatu perjanjian tidak serta merta dapat diartikan sebagai pengikatan para pihak terhadap perjanjian tersebut. Penandatanganan suatu perjanjian internasional memerlukan pengesahan untuk dapat mengikat. Perjanjian internasional tidak akan mengikat para pihak sebelum perjanjian tersebut disahkan.

Seseorang yang mewakili pemerintah dengan tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan negara terhadap perjanjian internasional, memerlukan Surat Kuasa (Full Powers).[21] Pejabat yang tidak memerlukan surat kuasa adalah Presiden dan Menteri.

Tetapi penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun non-departemen, dilakukan tanpa memerlukan surat kuasa.

Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian interansional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan yang diatur dalam undang-undang.[22]

Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan Presiden.[23] Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan DPR.[24] Pengesahan dengan keputusan Presiden hanya perlu pemberitahuan ke DPR.[25]
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:

  • masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
  • perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara;
  • kedaulatan atau hak berdaulat negara;
  • hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
  • pembentukan kaidah hukum baru;
  • pinjaman dan/atau hibah luar negeri.[26]

Di dalam mekanisme fungsi dan wewenang, DPR dapat meminta pertanggung jawaban atau keterangan dari pemerintah mengenai perjanjian internasional yang telah dibuat. Apabila dipandang merugikan kepentingan nasional, perjanjian internasional tersebut dapat dibatalkan atas permintaan DPR, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang No. 24 tahun 2000.

Indonesia sebagai negara yang menganut paham dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 24 tahun 2000, dinyatakan bahwa:

”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.”

Dengan demikian pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam hukum nasional indonesia tidak serta merta. Hal ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua sistem hukum yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya.

Perjanjian internasional harus ditransformasikan menjadi hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Perjanjian internasional sesuai dengan UU No. 24 tahun 2000, diratifikasi melalui undang-undang dan keputusan presiden. Undang-undang ratifikasi tersebut tidak serta merta menjadi perjanjian internasional menjadi hukum nasional Indonesia, undang-undang ratifikasi hanya menjadikan Indonesia sebagai negara terikat terhadap perjanjian internasional tersebut. Untuk perjanjian internasional tersebut berlaku perlu dibuat undang-undang yang lebih spesifik mengenai perjanjanjian internasional yang diratifikasi, contoh Indonesia meratifikasi InternationalCovenant on Civil and Political Rights melalui undang-undang, maka selanjutnya Indonesia harus membuat undang-undang yang menjamin hak-hak yang ada di covenant tersebut dalam undang-undang yang lebih spesifik.

Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan pengesahan dalam pemberlakuannya, biasanya memuat materi yang bersifat teknis atau suatu pelaksana teknis terhadap perjanjian induk. Perjanjian internasional seperti ini dapat lansung berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara lain yang disepakati dalam perjanjian oleh para pihak.

Perjanjian yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah perjanjian yang materinya mengatur secara teknis kerjasama bidang pendidikan, sosial, budaya, pariwisata, penerangan kesehatan, pertanian, kehutanan dan kerjasam antar propinsi atau kota. Perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut.